Meinawati Prastutiningsih
Masih dengan berita tentang meninggalnya selebriti sekaligus politikus, Adjie Massaid.  Seminggu sudah Allah SWT memanggilnya pulang, tapi sampai hari ini berita seputar Adjie, keluarga dan temannya tetap mengisi berita di beberapa media.  Tampak sekali betapa pria ganteng, baik dan rendah hati ini sangat dicintai keluarga dan teman-temannya.  Betapa rasa kehilangan dan duka begitu kental tergambar pada mereka, terlebih Angie istrinya…

Kehilangan seseorang yang sangat berarti dalam hidup memang menempatkan manusia ke dalam kesedihan yg mendalam, tetapi hanya mereka yang bersangkutan yang dapat kembali bangkit dan mengatasi kesedihannya.  Aku masih ingat sekali, ucapan Dewi Yull saat melepaskan putrinya ke peristirahatan terakhirnya (November 2010).. “Hari ini saya kembalikan titipan Allah yang pernah dititipkan pada saya” Ah,…ucapan seorang ibu dan wanita yang sangat tegar.  Ucapan seorang ibu yang dilandasi keyakinan bahwa buah hatinya sudah menemukan tempat terindah  dan bahagia bersamaNya, Sang Maha Pencipta. 

Jauh bertahun-tahun sebelumnya, ucapan yang sama pernah terucap dari bibir ibuku, saat harus menghadapi kenyataan bapak sudah berpulang.  Saat bapak meninggal, ibu amat sangat kehilangan.  Reaksi pertama ibuku adalah “Aku nanti dengan siapa? Aku harus bagaimana?”  Reaksi kehilangan yg wajar…tapi alhamdulillah tidak lama setelah itu ibu bisa bangkit, dengan kesadaran bahwa “Aku hanya dipinjami bapak…kalo sekarang Yang Punya mengambil kembali, ya aku hanya bisa mengikhlaskannya..”

Ada satu email lama yang masih tersimpan di fileku…ilustrasinya pas sekali dengan topik ini..  Aku tidak menemukan nama pengirim email tersebut, tetapi beliau mengadaptasi dari The Healing Stories karya GW Burns.

Bila Anda siap MENDAPATKAN, sudahkan Anda siap juga untuk KEHILANGAN ?
Dikisahkan ada seorang laki-laki, yang meninggalkan rumahnya tanpa tujuan karena rasa putus asa.  Dia sudah cukup lama menganggur, sehingga kondisi finansial keluarganya kacau.  Laki-laki itu sudah tak tahan dengan kondisi ini, dan ia tidak yakin bahwa perjalanannya kali inipun akan membawa keberuntungan, yakni mendapatkan pekerjaan.

Ketika tengah menyusuri jalanan sepi, tiba-tiba kakinya terantuk sesuatu. Karena merasa penasaran ia membungkuk dan mengambilnya. "Uh, hanya sebuah koin kuno yang sudah penyok-penyok," gerutunya kecewa. Meskipun begitu ia membawa koin itu ke sebuah bank. "Sebaiknya koin ini Bapak bawa saja ke kolektor uang kuno," kata teller bank memberi saran. Mengikuti anjuran teller, laki-laki itu membawa koinnya ke kolektor. Beruntung sekali, si kolektor menghargai koin itu senilai 30 dollar.

Senang dengan keberuntungannya, laki-laki tersebut mulai memikirkan apa yang akan dilakukannya dengan uang tersebut. Ketika melewati sebuah toko perkakas, dilihatnya beberapa lembar kayu sedang diobral. Dia teringat istrinya membutuhkan rak untuk menyimpan jambangan dan stoples.

Diapun membeli kayu seharga 30 dollar, lalu memanggul kayu tersebut dan beranjak pulang. Dalam perjalanan dia melewati bengkel seorang pembuat mebel. Mata pemilik bengkel sudah terlatih melihat kayu yang dipanggul lelaki itu. Kayunya indah, warnanya bagus, dan mutunya terkenal.  Tertarik untuk membelinya, pembuat mebel menawarkan  uang 100 dollar kepada lelaki itu.  Laki-laki itu ragu, namun pembuat mebel berhasil meyakinkannya.  Sebagai gantinya laki-laki itu memilih lemari yang pasti disukai istrinya. Laki-laki itu meminjam gerobak dan membawa lemarinya pulang.

Di tengah perjalanan dia melewati perumahan baru. Seorang wanita yang sedang mendekor rumah barunya melongok keluar jendela dan melihat lelaki itu mendorong gerobak berisi lemari yang indah. Si wanita terpikat dan menawar dengan harga 200 dollar. Ketika lelaki itu nampak ragu-ragu, si wanita menaikkan tawarannya menjadi 250 dollar. Lelaki itupun setuju. Dia kemudian mengembalikan gerobak ke pengrajin mebel dan beranjak pulang.

Di pintu desa dia berhenti sejenak dan ingin memastikan uang yang ia terima. Ia merogoh sakunya dan menghitung lembaran bernilai 250 dollar. Pada saat itu seorang perampok keluar dari semak-semak, mengacungkan belati, merampas uang itu, lalu kabur. Istri si lelaki kebetulan melihat dan berlari mendekati suaminya seraya berkata, "Apa yang terjadi? Engkau baik saja kan? Apa yang diambil oleh perampok tadi? Lelaki itu mengangkat bahunya dan berkata, "Oh, bukan apa-apa. Hanya sebuah koin penyok yang kutemukan tadi pagi".

Memang, ada beragam cara menyikapi kehilangan. Dari mulai marah-marah, menangis, protes pada takdir, hingga bunuh diri.  Semoga kita termasuk orang yang bijak menghadapi kehilangan dan menyadari bahwa apapun yang kita miliki (keluarga, harta, kedudukan, sukses, dll) hanyalah TITIPAN Allah semata. Benar kata orang bijak, manusia tak memiliki apa-apa kecuali pengalaman hidup. Bila Kita sadar kita tak pernah memiliki apapun, kenapa harus tenggelam dalam kepedihan yang berlebihan?  Seharusnya kita menyadari bahwa kita tidak bisa kehilangan sesuatu yang bukan milik kita…karena semua milik Allah SWT semata (Mn, 11/02/2011)

Labels: edit post
0 Responses

Post a Comment